Team Work Engagement

Para praktisi HR tentu tak asing dengan istilah work engagement yang dipopulerkan oleh Wilmar Schaufeli & Arnold Bekker. Yaitu, suatu kondisi dimana seseorang memiliki rasa keterikatan yang positif dengan pekerjaannya. Seseorang yang high-engaged menunjukkan semangat, fokus, dan dedikasi dalam bekerja.

Secara konseptual, work engagement berkaitan erat dengan well-being dalam bekerja. Dengan kata lain, seseorang yang high-engaged lebih mampu mereduksi terjadinya burnout selama melakukan pekerjaan. Hal tersebut dikarenakan ia mampu mengubah distress (stres negatif) menjadi eustress (stres positif).

Itulah yang memotivasi dirinya untuk menunjukkan kinerja pekerjaan yang sesuai dengan harapan perusahaan/pemberi kerja. Bahkan, bisa meningkatkan kinerjanya dari waktu ke waktu. Sehingga, ia tak hanya mampu menyelesaikan pekerjaannya, tetapi juga, melampaui target capaian yang telah ditetapkan.

Hal menarik terkait implementasi work engagement pada masyarakat Indonesia ialah adanya budaya kolektif. Yang artinya, seberapa engaged seseorang dengan pekerjaannya bukan sekedar dipengaruhi faktor individual. Melainkan juga, persepsinya terhadap kualitas tim kerja (divisi, unit, atau sejenisnya).

Ternyata, fenomena di atas pun muncul selama Wilmar Schaufeli dkk melakukan pelbagai penelitian tentang work engagement. Itulah yang mendorong salah seorang rekan penelitinya—Arnold Bekker, untuk melakukan eksplorasi atas faktor kolektivitas tersebut. Yang diberi istilah: team-work engagement.

Pada tahun 2012, Arnold Bekker (bersama Patricia Costa dan beberapa peneliti lainnya) mulai mengkaji fenomena tesebut. Berdasarkan hasil serangkaian penelitian yang mereka lakukan ditemukan bahwa dinamika antar-individu di dalam kelompok kerja turut mempengaruhi efektivitas kinerja seseorang.

Dinamika yang dimaksud berkaitan dengan 3 aspek utama, antara lain: motivasional (misalnya, collective efficacy); afektif (misalnya, group cohesion); serta manajemen konflik. Semakin positif dinamika kelompok yang berlangsung, maka seseorang akan menunjukkan semangat, fokus, dan dedikasi kerja yang tinggi. Selain hasil temuan di atas, Arnold Bekker dkk juga mengembangkan Team-Work Engagement Scale. Tujuannya untuk mengukur seberapa engaged seseorang ketika bekerja di dalam kelompok kerjanya. Dan, secara konseptual, tingkat team-work engagement bisa memperkirakan team effectiveness.

Dengan kata lain, team-work engagement yang tinggi bisa meningkatkan team effectiveness guna mencapai kinerja tim yang optimal. Sebaliknya, team-work engagement yang rendah membuat pekerjaan tim kurang efektif sehingga kinerjanya belum bisa optimal. Tinggi/rendahnya team-work engagement dipengaruhi oleh 3 aspek utama, yaitu:

  • Semangat kerja di dalam tim (Team Vigor). Intensitas energi yang besar selama bekerja. Hal ini termanifestasi melalui daya usaha yang dikerahkan untuk menyelesaikan pekerjaan bersama tim. Serta, kegigihan dalam menghadapi setiap tantangan yang muncul di sepanjang proses pengerjaannya.
  • Fokus kerja di dalam tim (Team Absorption). Konsentrasi yang terarah penuh pada pekerjaan. Hal ini termanifestasi melalui prioritas perhatian, serta kualitas dan rentang waktu perhatian, selama bekerja dengan tim. Bahkan, akan terus berlangsung di luar jam/tempat kerja.
  • Dedikasi kerja di dalam tim (Team Dedication). Keterlibatan yang aktif selama bekerja. Hal ini termanifestasi melalui sikap antusias; merasa punya peran yang signifikan; bangga dengan pekerjaan; serta, menjadi termotivasi dan tertantang untuk mencapai target kerja bersama tim.

Ketiga aspek di atas membentuk team-work engagement—yang didefinisikan sebagai “a shared motivational emergent state characterized by team vigour, team dedication, and team absorption” (Costa, Passos, & Bakker, 2012; 2014a; 2014b; 2015). Dan terbukti, secara validitas internal (construct validity) dan eksternal (statistical validity), mampu menggambarkan seberapa engaged seseorang di dalam tim kerjanya.

Dari sisi praktisi HR, terutama untuk pengembangan SDM. Adanya Team-Work Engagement Scale (TWES) bisa memberikan gambaran terukur tentang kondisi kerjasama tim di perusahaannya. Dengan begitu, setiap bentuk pelatihan team building juga bisa lebih dipertanggungjawabkan hasilnya.

Dalam rangka memfalisilitasi kebutuhan tersebut, kami—sebagai penyedia jasa pelatihan outbound— berusaha mengadaptasi skala pengukuran TWES. Kami membuat assessment tool yang niscaya menunjukkan tingkat team-work engagement sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan outbound kami.

Namun, penggunaannya tidak hanya terbatas pada keperluan asesmen pelatihan outbound. Bagi Anda yang ingin mengetahui kerjasama tim di tempat kerja (apakah sudah termasuk high-engaged atau perlu ditingkatkan lagi?); Anda pun bisa mengaksesnya melalui situs kami. Selain itu, jika Anda ingin mengkonsultasikan hasilnya, silahkan menghubungi nomor kontak kami.

(Adi Sujatmika)

Penulis salah seorang pengajar di salah satu universitas swasta terkemuka di Surabaya, aktif di kegiatan pengembangan SDM dan Social Development, dalam beberapa kesempatan turut serta menjadi tim fasilitator SPOT-Specialist Outbound Training.  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *